Minggu, 12 Juni 2016

HUSNUL KHOTIMAH


OLEH : MUBAROK,S.Ag
A.Pengertian Husnul Khotimah .
Husnun artinya “Baik”, Alkhotimah artinya “ akhir”. Jadi Khusnul khotimah artinya adalah “baik akhirnya”.
Maksudnya adalah “seseorang yang pada waktu akhir hidupnya (wafatnya) dalam keadaan baik islam, iman dan Ihsanya”.

B.Dalil tentang Husnul Khotimah . 

1.Firman Alloh Swt :
Artinya :  “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri)”. [Ali Imran : 102]

2. Hadits Nabi saw :
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالخَـوَاتِيْمُ رواه البخاري وغَيْرُهُ.
Artinya : “Sesungguhnya amalan itu (tergantung) dengan penutupnya”. [HR Bukhari dan selainnya]

Berdasarkan Alqur’an dan hadits hadits diatas maka keadaan seseorang saat tutup usia memiliki nilai tersendiri, karena balasan baik dan buruk yang akan diterimanya tergantung pada kondisinya saat tutup usia.
Oleh sebab itulah, seorang hamba Allah yang shalih sangat merisaukannya. Mereka melakukan amal shalih tanpa putus, merendahkan diri kepada Allah agar Allah memberikan kekuatan untuk tetap istiqamah sampai meninggal.

C. Tanda tanda mati Husnul Khotimah.
Tanda-tanda husnul khatimah banyak yang telah disimpulkan oleh para ulama dengan penelitian terhadap nash-nash yang terkait. Di sini kami bawakan sebagian tanda-tanda tersebut, di antaranya :

1. Mengucapkan kalimat syahadat saat akan meninggal.
Rosullulloh Saw bersabda :
مَنْ كَانَ آخِرُ كـلاَمـِهِ : لاَ إِ لَهَ إِ لاَ اللهُ دَخـَلَ الجـَــنَّةَ.
Artinya : “Barangsiapa yang akhir ucapannya لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , maka ia masuk surga”.(HR. Hakim)

2. Meninggal dalam keadaan melakukan amal shalih.
Nabi Saw bersabda :
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّة رواه أحـمـد وغـيْره.َ
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah karena mencari wajah (pahala) Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa berpuasa karena mencari wajah Allah kemudian amalnya diakhiri dengannya, maka ia masuk surga. Barangsiapa bershadaqah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga. (HR Imam Ahmad dan selainnya)”.

3. Meninggal pada malam Jum`at atau siangnya.
Rasulullah Saw bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Artinya : “Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum`at atau malam Jum`at, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (siksa) kubur”. [HR Ahmad dan Tirmidzi]
Akan tetapi, ketahuilah wahai saudara-saudaraku, bahwa terlihatnya salah satu di antara tanda-tanda itu pada satu mayit, bukan berarti dia pasti menjadi penduduk Surga. Namun diharapkan, itu sebagai pertanda baik baginya. Sebagaimana jika tanda-tanda itu tidak pada satu mayit, maka janganlah divonis bahwa seseorang ini tidak baik. Semua ini merupakan masalah ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Azza wa Jalla.

D.Kisah orang mati Husnul Khotimah
Dalam kitab Siyarul A`lam an-Nubala` karya Imam ad-Dzahabi disebutkan bahwa Abu Tsa`labah berharap pada Allah Subhanahu Wata’ala agar ia dimatikan dalam kondisi sujud. Apakah permintaannya dikabulkan?
Rupanya Allah mengabulkannya. Ketika ia sedang menunaikan shalat malam (Qiyamul Lail), ia meninggal dalam kondisi sujud.
Suatu malam, putrinya bermimpi bahwa ayahnya telah meninggal, seketika itu juga ia bangun. Lantas ia panggil ibunya:
“Di mana ayah, bu?”
“Ayahmu di mushallah”
Segera putrinya memanggil Abu Tsa`labah, tetapi Abu Tsa`labah sama sekali tak menjawabnya. Berbegas ia bangunkan ayahnya namun apa yang didapat?  Ternyata ayahnya sudah meninggal dunia dalam keadaan bersujud.
Maha Besar Allah.  Alangkah bahagianya Abu Tsa`labah meninggal dunia sesuai dengan apa yang diinginkannya. Kelak ketika Hari Kebangkitan tiba, ia akan dibangkitkan dalam kondisi sujud. Ia telah mendapatkan khusnul khatimah (akhir –kematian- yang baik) di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala.

SU`UL KHATIMAH.


OLEH : MUBAROK,S.Ag


A.Pengertian Suul Khotimah
Su-un artinya “Buruk”, Alkhotimah artinya “ akhir”. Jadi Suul khotimah artinya adalah “Buruk akhirnya”.
Maksudnya adalah  “seseorang yang pada waktu akhir hidupnya (wafatnya) dalam keadaan buruk  islam, iman dan ihsanya”.
Su’ul khatimah (akhir yang buruk) adalah, meninggal dalam keadaan berpaling dari Allah Azza wa Jalla, berada di atas murkaNya serta meninggalkan kewajiban dari Allah.
Tidak diragukan lagi, demikian ini akhir kehidupan yang menyedihkan, selalu dikhawatirkan oleh orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjauhkan kita darinya.
B.Dalil tentang Mati Suul Khotimah.
Hadits Nabi Saw :

فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُه  إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا                    
Artinya : Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Muslim)


C.Penyebab Mati Khusnul Khotimah
Ada beberapa Penyebab seseorang mati dalam keadaan Suul Khotimah, diantaranya adalah :
1.Karena di dalam I’tikadnya ada bid’ah, yang bertentangan dengan I’tikad yang  dibawa  oleh Rasulullah SAW,  sahabat dan tabi'iinya.  Ia memang rajin solatnya,  rajin membaca Al-Quran,  sampai kata Rasulullah (tentang khawarij itu) :"Membaca Al-Quran lebih rajin dari kamu (para sahabat) dan solatnya lebih rajin daripada kamu; sampai masing-masing jidadnya(dahinya) hitam ,  tapi mereka membaca Al-Quran tidak sampai ke lubuk hatinya dan solatnya tidak diterima oleh Allah swt." 
Oleh karena itu I’tikod bid'ah di dalam hati adalah sangat berbahaya,  seperti mengi’tikodkan bahwa Allah itu seperti makhluk, Misalnya :  betul-betul duduk dalam Arash,  padahal Allah itu Laitsa kamitslihi syai'un “ tidak sama dengan segala sesuatu”.
Kelak apabila pintu hijab itu telah terbuka,  maka dapatlah diketahui bahwa Allah itu tidaklah sebagaimana yang kau lukis dalam hati,  akhirnya nanti akan ingkar kepada Allah.  Nah di kala itu ia akan mati dalam Suul Khotimah.  Kelak kalau orang sudah sakaratulmaut dan terbuka hijab,  baru menyadari bahwa urusan ini demikianlah sebenarnya.
Kalau tidak sama dengan apa yang ditekadkan dalam hatinya,  dia akan bingung.  Nah,  dalam keadaan begitu dia matinya dalam Suul Khotimah,  meskipun amal-amalnya baik,  nauzubillah.  Maka yang paling penting itu adalah iktikad.
Tiap-tiap orang yang salah iktikad karena pemikirannya sendiri atau karena ikut-ikutan pada orang lain,  ia jatuh dalam bahaya ini.  Kesholehan dan kezuhudan serta tingkah laku yang baik,  juga tidak mampu untuk menolak bahaya ini. 
Termasuk bid’ah dalam tauhid adalah : mayakini bahawa amal perbuatan kita adalah timbul dari kekuatan kita sendiri yang memberi bekas (Taktsir), tidak percaya dengan alam barzah, surga & Neraka.
2.Lemah Iman  dan Hubbud-dunya. 
Sudah imannya lemah,  dikuasai pula oleh hubbud-dunya.  Mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian itu artinya hubbu-dunya.  Kalau iman sudah lemah,  cinta kepada Allah juga jadi lemah,  dan kuat cintanya kepada dunia yang berarti mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian. Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul hubbud dunya,  tidak ada tempat untuk cinta kepada Allah S.W.T.
Hanya itu saja yang terlintas dihati;  Oh,  cinta kepada Allah,  Allah pencipta diriku. Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin saja.  Hal inilah yang meyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya,  sehingga hatinya menghitam dan membatu,  bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu dihatinya.  Imamnya semakin  lama,  semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan jadilah ia kufur,  hal ini sudah menjadi tabiat.
Firman Allah S.W.T. yanga rtinya "Hati mereka itu sudah dicap,  jadi mereka tidak bisa mengerti".
Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya. Kalau sudah datang sakaratul maut,  maka cinta mereka kepada Allah semakin lemah,  sebab mereka merasa berat dan sedih meninggalkan dunianya,  karena keduniawian sudah menguasai diri mereka.  Setiap orang yang meninggalkan kecintaannya tentu akan merasa sedih lalu timbul dalam fikirannya :"Kenapa Allah mencabut nyawaku ?"
Kemudian berubah hati murninya,  sehingga dia membenci takdir Allah.  Kenapa Allah mematikan aku dan tidak memanjangkan umurku ?  Kalau matinya dalam keadaan demikian,  maka ia mati dalam keadaan Suul Khotimah, naudzubillah.
 
D.Contoh orang mati Suul khotimah karena Hubbud-dunya.
1. Imam Alhafidz Adz Dzahabi rahimahullah berkisah bahwa : “ada seorang yang bergaul dengan pecandu khamr, maka saat ajal akan tiba, dan ada seseorang yang datang untuk mengajarinya syahadat, ia malah mengatakan : “Minumlah dan beri aku minum,” kemudian ia meninggal.
2. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah juga bercerita mengenai “seseorang yang diketahui gemar musik dan mendendangkannya. Tatkala wafat menjemputnya, dia diingatkan, katakanlah :لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , (tetapi) dia justru mulai mengigau dengan lagu sampai kemudian mati tanpa mengucapkan kalimat tauhid.
3. Imam Ibnu qoyim bercerita lagi : “Sebagian pedagang mengabarkan kepadaku tentang karib-kerabatnya yang hampir meninggal, sementara mereka di sisinya. Mereka mentalkinkan لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ , namun ia mengigau “ini murah, ini barang bagus, ini begini dan begitu,” sampai ia meninggal dan tanpa bisa melafazhkan kalimat tauhid”.
4.Imam ghozali dalam Kitab Ihya juga berkisah “ada tukang jahit yang pada waktu sakarotul mautnya menggerakkan jari jari tanganya seperti sedang memasukan benang kedalam jarum, dan meninggal dunia dalam keadaan seperti itu”.
E.Doa Memohon Husnul Khotimah

ALLOHUMMAKHTIM LANAA BIHUSNIL KHOOTIMAH, 
WALAA  TAKHTIM 'ALAINA BI SUU-IL KHOOTIMAH
Artinya : "Ya Alloh, akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah, dan jangan Engkau akhiri
hidup kami dengan suul khotimah"
اَللهُمَّ اجْعَلْ خَيْرَ عُمْرِىْ وَخَيْرَ عَمَلِىْ خَوَاتِمَهُ وَخَيْرَ اَيَّامِىْ يَوْمَ لِقَآئِكَ
Artinya :Ya Allah! Jadikanlah sebaik-baik umurku hingga akhirnya, dan sebaik-baik perbuatanku hinggaa kesudahannya dan sebaik-baik masaku hingga menjumpaiMu.

Tanbih dan Kisah nyata ; Pemuda Sholih mati Suul Khotimah.
Salah seorang pelaut mengisahkan kepadaku sebuah kisah yang pernah terjadi di kapal mereka. Ia berkisah: Kami berlayar di atas kapal mengitari berbagai negeri untuk mencari rizki. Pada sebuah perjalanan, kami ditemani oleh seorang pemuda yang shalih, tulus hatinya, baik budi pekertinya. Kami melihat pancaran ketakwaan yang memancar dari wajahnya, cahaya dan keceriaan tergambar pada kehidupannya. Kami tidak melihatnya kecuali dalam keadaan wudhu, shalat, atau dalam keadaan memberikan nasihat dan arahan. Jika telah datang waktu shalat, dia adzan untuk kami dan shalat memimpin kami. Jika salah seorang di antara kami tertinggal atau terlambat dia menegur dan menasihatinya. Kami senantiasa dimanjakan dengan nasihat-nasihatnya sepanjang perjalanan kami. Lautpun mengantarkan kami menuju sebuah pulau dari kepulauan di India, kemudian kami pun berlabuh di sana. Sudah menjadi kebiasaan para pelaut, menjadikan hari-hari berikutnya sebagai untuk beristirahat, setelah penatnya perjalanan jauh. Mereka berjalan-jalan di pasar-pasar kota untuk membeli barang-barang asing yang mereka temukan sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Kemudian mereka kembali ke kapal di malam hari. Diantara mereka ada beberapa orang yang terjerumus ke dalam kesesatan. Mereka pergi ke tempat-tempat permainan, mengumbar hawa nafsu ke tempat-tempat hina dan pelacuran. Sedangkan pemuda shalih tersebut sama sekali tidak turun dari kapal, bahkan dia menghabiskan hari-harinya untuk membenahi kapal dan apa saja yang dibutuhkan untuk diperbaiki. Demikian pula ia sibukkan dirinya dengan berdzikir, membaca al-Qur an dan shalat. Pada suatu ketika, saat pemuda tersebut sibuk dengan pekerjaannya, tiba-tiba datanglah salah seorang awak kapal yang termasuk orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan melakukan segala perbuatan yang berseberangan dengan amal-amal shalih, dan berakhlak dengan akhlak yang rendah.

Dia berbisik kepadanya seraya berkata, ”Wahai sahabatku, kenapa engkau berdiam diri di kapal tidak menyertai kami?  Kenapa engkau tidak turun hingga melihat dunia yang bukan duniamu? Kamu akan melihat apa-apa yang bisa menyenangkan hatimu, dan menggembirakan jiwamu! Aku tidak berkata kepadamu, mari menuju tempat-tempat pelacuran, tidak juga ke tempat-tempat kebinasaan dan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi marilah, lihatlah kepada tempat-tempat permainan ular, bagaimana bermain-main dengan ular, melihat kepada penunggang gajah, bagaimana dia menjadikan belalainya sebagai tangga kemudian dia naik dengan kedua kaki dan tangannya hingga mendirikannya di atas satu kaki. Lihatlah kepada orang yang berjalan diatas paku, orang yang mengunyah bara api seperti mengunyah huah-buahan, orang yang meminum air laut yang menyegarkannya seperti air tawar menyegarkannya. Wahai saudaraku turunlah, dan lihatlah manusia." Maka jiwa pemuda itupun tergerak rindu terhadap apa yang ia dengar. Maka dia berkata, ”Apakah yang kamu sebutkan memang ada diluar sana?’ Maka berkatalah teman yang buruk tersebut, ‘Ya, turunlah, lihatlah apa yang bisa menyenangkanmu’. Maka turunlah pemuda shaleh tersebut bersama dengan temannya. Keduanya berjalan-jalan di pasar kota dan berbagai sudut jalan hingga masuk ke sebuah jalan kecil yang sempit. Keduanya sampai di penghujung jalan didepan sebuah rumah kecil. Temannya masuk ke dalam rumah tersebut dan meminta kepada pemuda tadi untuk menunggunya dan berkata, ”Sebentar lagi aku akan mendatangimu, tetapi kamu jangan mendekat ke rumah itu.” Duduklah pemuda tersebut jauh dari pintu. Dia habiskan waktunya membaca dan berdzikir. Tiba tiba, dia mendengar suara tawa keras terbahak-bahak, dan terbukalah pintu yang tadi dimasuki oleh temannya dan keluarlah seorang wanita yang telah melepaskan rasa malu dan menanggalkan akhlaknya. Sang pemuda tergerak hatinya, diapun mendekat ke pintu dan memasang pendengarannya untuk mengetahui apa yang ada dalam rumah. Tiba-tiba dia mendengar suara yang lain, kemudian dia melihat dari celah-celah pintu, pandangan diikuti dengan pandangan yang lainnya, terus bergantian. Dia melihat sesuatu yang tidak biasa dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Kemudian dia kembali ke tempatnya. Saat temannya keluar, pemuda tersebut segera menemuinya dan berkata, “Apa ini?! Celaka kamu! Ini adalah perkara yang dimurkai Allah, dan tidak Dia ridhai.” Temannya menghardik, ‘Diamlah, wahai orang buta, wahai orang yang dungu, ini bukan urusanmu.” Kemudian perawi kisah ini mengatakan, “Maka merekapun kembali ke kapal, di akhir-akhir malam. Sementara sang pemuda terjaga tidak bisa tidur sepanjang malam. Pikirannya sibuk mengurai apa yang telah dilihatnya. Panah setan telah menguasai hatinya, pemandangan tersebut telah menguasai batinnya. Belum lagi matahari terbit, fajar belum menyingsing tetapi pemuda menjadi orang pertama yang turun dan kapal, dalam benaknya tidak ada maksud lain kecuali hanya melihat-lihat, tidak ada keinginan lain kecuali hanya untuk melihat saja. Maka pergilah dia ke tempat tersebut, selesai melihat yang ini ia lanjutkan melihat yang itu dan begitu seterusnya melihat dari satu pemandangan ke pemandangan lainnya, hingga akhirnya ia berani membuka pintu dan menghabiskan waktunya di tempat tersebut. Hari berganti hari, sementara dirinya dalam keadaan demikian." Nahkoda kapal mencari-carinya, dan bertanya, ‘Dimana muadzdzin (tukang adzan) kita? Di mana imam shalat kita? Di mana pemuda shalih tersebut?” Tidak ada satu pelautpun yang menjawabnya. Sang nahkoda memerintahkan anak buahnya untuk berpencar mencarinya. Hingga sampailah kabar kepada sang nahkoda berita tentang pemuda shalih dari orang yang pergi menunjukkannya ke tempat maksiat tersebut. Sang nahkoda meminta orang itu menghadap, ia memaki dan memarahinya seraya berkata: “Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah, dan takut adzabnya? Segera pergi ke sana dan bawa Ia kemari!”. Maka pergilah dia menuju pemuda tersebut, berulang kali, akan tetapi sia-sia. Orang tidak bisa membawa sang pemuda karena dia menolak dan tidak mau pulang bersama mereka. Maka tidak ada cara lain, pemimpin kapal akhimya mengutus beberapa orang untuk memaksanya kembali. Merekapun meringkusnya secara paksa, dan membawanya kembali pulang ke kapal, Perawi kisah ini melanjutkan, “Kapal tersebut berlayar kembali menuju ke negeri asalnya. Para pelaut kembali kepada pekerjaan mereka masing-masing, sementara sang pemuda berada di sisi kapal dalam keadaan menangis menyesali nasib, merintih-rintih hingga hampir putus urat nadinya karena kerasnya tangisan. Para awak kapal menghidangkan makanan untuknya, namun ia tidak mau memakannya. Selama beberapa hari demikianlah yang terjadi padanya. Kondisinya semakin memprihatinkan." Pada suatu malam, tangis dan rintihannya semakin menjadi-jadi, tidak ada satu orangpun dan awak kapal yang bisa tertidur. Maka nahkoda kapal mendatanginya dan berkata,“Wahai pemuda, bertakwalah kepada Allah, ada apa denganmu? Sungguh rintihanmu itu mengganggu kami, kami tidak bisa tidur, duhai engkau apa gerangan yang menjadikanmu berubah seperti ini?” Pemuda itupun menjawab sambil menahan sakit, “Tinggalkan aku sendirian, sungguh aku tidak mengetahui apa yang menimpaku.” Maka berkatalah nahkoda tersebut, "Apa yang menimpamu?”

Kemudian sang pemuda menyingkap pakaian dan auratnya, ternyata belatung-belatung tengah berjatuhan dari kemaluannya. Bukan main terkejutnya sang Nahkoda, tubuhnya gemetar ketakutan menyaksikan hal itu, ia berkata, ”A’udzubillahi min hadza (Aku berlindung kepada Allah dari yang demikian).” Kemudian ia berdiri meninggalkan pemuda tersebut. Sesaat sebelum fajar, awak kapal terbangun oleh suara keras yang memanjang, mereka segera berlari berhamburan menuju ke sumber suara dan mereka mendapati pemuda tersebut telah meninggal dalam keadaan menggigit kayu kapal, awak kapal mengucapkan kalimat istirja’ (innalillahi wa innailaihi raji’un) dan berdo’a memohon kepada Allah khusnul khatimah bagi pemuda tersebut. Maka jadilah kisah ini sebagai pelajaran bagi orang yang mengambil pelajaran. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah dan tidak ada benteng yang terbaik yang melindungi kita dari nafsu setan serta fitnah dari tempat-tempat maksiat kecuali atas izin dan pertolongan-Nya. Marilah kita bersama-sama menjaga hati dan pandangan dari gambar-gambar atau film tak senonoh karena jika mata sudah terbiasa melihat hal demikian, maka hati akan menjadi beku dan mendorong naluri serta akal untuk mencari-cari cara menyalurkan dorongan seksual kedalam bentuk perbuatan yang negatif.

Demikian, yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Selasa, 07 Juni 2016

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA YG SUDAH WAFAT


OLEH : MUBAROK,S.Ag

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Banyak orang mengira bahwa berbakti kepada kedua orang tua itu hanya sebatas waktu mereka hidup didunia ini saja, padahal kewajiban berbakti itu tetap harus dilaksanakan sekalipun orang tua sudah meninggal dunia.
Lalu bagaimanakah caranya berbakti kepada orang tua  yang sudah  meninggal dunia ?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Mari kita ikuti sebuah Hadits dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata :
بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِىَ مِنْ بِرِّ أَبَوَىَّ شَىْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ « نَعَمِ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا ».
Artinya : “Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits diatas dan hadits hadits lain maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa cara berbakti kepada orang tua yang sudah wafat itu ada  banyak caranya, diantaranya  :
1.                1.    الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا    (Selalu Mendo’akan kedua orang tua yang sudah wafat tersebut).hususnya doa supaya segala kesalahan dan dosanya diampuni, dan segala amal sholihnya diterima oleh Alloh Swt, dihindarkan dari Adzab neraka, kemudian dimasukkan ke Surganya Alloh Swt.  
  1. وَالاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا  ( Selalu memohon kepada Allah supaya dosa kedua orang tua kita diampuni semuanya baik yang kecil ataupun yang besar).
  2. وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا  (Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia).
  3. وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا (Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin).
  4. وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا  (Memuliakan teman dekat keduanya).
Contoh : Diririwayatkan bahwa  “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya (imamahnya) seraya berkata, “Pakailah sorban ini di kepalamu.”
Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَبَرِّ الْبِرِّ صِلَةَ الرَّجُلِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّىَ
Artinya :“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.” Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).
  1. Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada. Sesuai dengan Hadits dari Nabi saw yang berbunyi :
7.    أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ – رضى الله عنه – تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّى تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا ، أَيَنْفَعُهَا شَىْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ » . قَالَ فَإِنِّى أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِى الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا
Artinya : “Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari )

7    7.    Berusahalah jadi orang yang selalu beribadah dan taat kepada Alloh swt dibumi ini. Sebab apabila kita selalu berbuat baik didunia ini maka orang tua kita yang sudah wafat akan selalu memperoleh bagian pahala yang selalu kita perbuat, sebab salah satu pahala yang terus mengalir kepada orang tua yang sudah wafat adalah ketika  orang tua itu memiliki anak yang sholih.

8    8.    Berusahalah jadi orang yang tidak bermaksiat kepada Alloh Swt; sebab ketika orang tua yang meninggal dunia itu meninggalkan anak yang masih senang berbuat maksiat, maka orang tua kita akan memperoleh pertanggung jawaban yang sangat berat dihadapan Alloh swt.

Dizaman sekarang ini banyak orang tua  yang shaleh namun memiliki anak yang suka berbuat maksiat. Hal ini bisa terjadi karena faktor dari si anak sendiri dan lingkungan mereka. Hal ini berpotensi membawa anak tersebut masuk ke jurang neraka di akhirat kelak.

Namun, tidak hanya akan menyeret dirinya sendiri, anak tersebut juga bisa membuat orang tua yang sudah divonis akan masuk surga akhirnya batal dan justru terjerumus ke dalam neraka.
Ada Riwayat yang menyatakan bahwa :“Telah dikabarkan kepada kami bahwa seorang anak akan tergantung di leher ayahnya pada hari kiamat nanti. Lalu dia berkata: ‘Wahai Rabbku, ambillah hakku dari orang yang mendhalimiku ini!’ Sang ayah berkata: ‘Bagaimana aku mendhalimimu, sedangkan aku telah memberimu makan dan pakaian?’ Sang anak berkata: ‘Benar, engkau telah memberiku makan dan pakaian, tetapi engkau melihatku melakukan maksiat dan engkau tidak melarangku.'” (Dikutip dari Majalah Az-Zahur, Sya’ban 1420 H)

Dalam akhir pembicaraan ini saya mengajak, marilah kita berusaha untuk menjadi anak anak yang berbakti kepada Orang tua sekalipun mereka sudah tiada, dengan cara seperti yang sudah kita bicarakan diatas.  Dan denagn menjadi anak yang berbakti maka kita akan menjadi orang yang selamat didunia dan akhirat  seperti yang dijanjikan oleh Nabi saw dalam haditsnya yang berbunyi :
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
Artinya : “Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah &  Ahmad).

Selain itu, jika kita berbakti kepada kedua orang tua, maka kelak anak anak kita juga akan berbakti kepada kita, sesuai dengan Hadits Nabi Saw :

بِرُّوْا آبَاءَكُمْ تَبِرَّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ وَ عِفُّوْا تَعِفَّ نِسَاؤُكَمْ
      Artinya : “Berbaktilah pada orang tuamu, maka anak-anakmu akan berbakti kepadamu” (HR. Thabrani dari Ibnu Umar)
Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua.

                                                       بِاللهِ التَّوْفِقُ وَالْهِدَايَةُ
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ